
www.bmtpas.com Dalam kurun waktu pertengahan 2023 hingga awal 2025, Kabupaten Bantul, Yogyakarta, menghadapi problematika serius terkait pengelolaan sampah. Volume sampah yang terus meningkat setiap harinya tidak sebanding dengan kapasitas pengolahan yang tersedia, khususnya pasca-penutupan sementara Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan pada pertengahan 2023. Penutupan ini memicu krisis pengelolaan sampah di berbagai wilayah DIY, termasuk Bantul, yang sebelumnya sangat bergantung pada TPA tersebut.
Masalah utama terletak pada kebiasaan membuang sampah secara campur, rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pemilahan sampah dari rumah, serta kurangnya infrastruktur pengolahan sampah skala lokal. Akibatnya, terjadi penumpukan sampah di TPS (Tempat Penampungan Sementara) bahkan di lahan-lahan kosong, sungai, dan pinggir jalan. Tidak hanya mencemari lingkungan, hal ini juga mengancam kesehatan masyarakat dan kualitas hidup secara umum.
Menanggapi krisis ini, baik masyarakat maupun pemerintah daerah mulai mengambil langkah-langkah strategis. Pemerintah Kabupaten Bantul menggalakkan program desentralisasi pengelolaan sampah, yakni dengan mendorong terbentuknya TPS3R (Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle) di berbagai kalurahan. Edukasi kepada masyarakat pun digencarkan, termasuk kampanye pemilahan sampah dari sumber, pelatihan komposting, dan pembangunan bank sampah.
Di tingkat akar rumput, banyak komunitas warga dan lembaga sosial turut bergerak. Misalnya, beberapa kalurahan membentuk tim pengelola sampah berbasis masyarakat yang mengelola sampah organik menjadi kompos dan sampah anorganik sebagai bahan daur ulang. Inovasi seperti ecobrick (bata dari botol plastik berisi limbah anorganik non-daun ulang) dan budidaya maggot untuk mengurai sampah dapur pun mulai diperkenalkan.
Meski begitu, tantangan masih besar, terutama dalam hal kesinambungan, pendanaan, dan perubahan pola pikir masyarakat. Karena itu, pengelolaan sampah di Bantul perlu didorong ke arah sistem yang lebih terintegrasi dan berbasis data.
Berdasarkan praktik terbaik dari berbagai wilayah dan data yang tersedia secara global, berikut beberapa saran yang bisa diterapkan:
Digitalisasi Pengelolaan Sampah
Aplikasi pelaporan dan pemetaan titik sampah liar, jadwal pengangkutan, serta pencatatan produksi sampah per wilayah dapat membantu pemerintah merespons secara lebih cepat dan akurat.Infrastruktur Komunitas yang Mandiri
Perluasan TPS3R yang mandiri dan profesional di tingkat padukuhan atau RT dapat mengurangi beban ke TPA. Setiap titik harus memiliki sarana pemilahan, komposting, dan gudang daur ulang.Ekonomi Sirkular dan Insentif Finansial
Pemerintah daerah bisa memberikan insentif bagi warga atau komunitas yang aktif dalam pengurangan dan daur ulang sampah, misalnya lewat program reward atau pengurangan pajak. Produk hasil olahan, seperti kompos dan kerajinan daur ulang, juga bisa dimasukkan dalam rantai ekonomi lokal.Kemitraan dengan Swasta dan Akademisi
Kolaborasi lintas sektor sangat penting. Dunia usaha dapat menjadi mitra dalam penyediaan teknologi pengolahan sampah, sementara perguruan tinggi bisa berperan dalam riset dan pengembangan inovasi berbasis data.
Dengan pendekatan ini, pengelolaan sampah bukan hanya soal pengurangan dampak negatif, tetapi juga menjadi peluang untuk menciptakan nilai ekonomi, sosial, dan lingkungan yang berkelanjutan.