
Pemblokiran rekening dormant oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sejak Mei 2025 telah menjadi perhatian publik. Sebanyak 122 juta rekening yang tidak menunjukkan aktivitas selama lebih dari tiga bulan sempat diblokir, lalu kini dinyatakan telah dibuka kembali. Kebijakan ini dinilai sebagai langkah strategis dalam mencegah penyalahgunaan rekening oleh pelaku kejahatan finansial seperti judi online (judol) dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Namun, batalnya rencana pemblokiran lanjutan juga mengandung sejumlah implikasi yang perlu dikaji secara mendalam.
Alasan dan Urgensi Pemblokiran
Rekening dormant selama ini kerap menjadi celah keamanan sistem perbankan. Berdasarkan data yang dipaparkan Ketua PPATK, Ivan Yustiavandana, dari 1,5 juta rekening yang digunakan untuk TPPU selama 2020–2024, sebanyak 50 ribu di antaranya adalah rekening dormant. Modus yang umum terjadi adalah jual-beli rekening, peretasan, dan pembuatan rekening atas nama nominee. Oleh karena itu, kebijakan pemblokiran sementara oleh PPATK dapat dipahami sebagai upaya proteksi terhadap sistem keuangan nasional, sekaligus mengurangi ruang gerak pelaku kejahatan digital.
Dampak Positif dari Kebijakan Pemblokiran
Langkah ini memiliki manfaat besar secara preventif. Pertama, meningkatkan kesadaran perbankan dan nasabah tentang pentingnya keamanan data dan aktivitas rekening. Kedua, mempersempit celah para pelaku TPPU dan judol yang memanfaatkan rekening kosong atau tidak aktif. Ketiga, mendorong bank untuk melakukan validasi lebih ketat terhadap data nasabah dan mengedukasi nasabah agar tidak sembarangan memindahtangankan rekeningnya.
Pemblokiran juga berperan sebagai bentuk “early warning system” untuk menindak rekening mencurigakan. Dengan adanya proses analisis batch oleh PPATK, pemblokiran dilakukan tidak secara serampangan, melainkan berdasarkan informasi aktual dari lembaga keuangan dan bukti awal indikasi penyalahgunaan.
Dampak Negatif Jika Pemblokiran Terus Dilakukan
Meski berdampak positif dari sisi keamanan, kebijakan ini juga menyimpan risiko. Bila pemblokiran dilakukan terlalu luas atau tanpa kejelasan waktu reaktivasi, dapat menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap lembaga perbankan. Nasabah pasif, seperti pelajar, lansia, atau masyarakat yang hanya menggunakan rekening untuk tabungan jangka panjang, bisa terdampak tanpa mereka sadari.
Selain itu, dari sisi operasional, proses pemblokiran dan reaktivasi massal memerlukan waktu dan sumber daya yang tidak sedikit. Bank harus menghubungi nasabah, melakukan verifikasi ulang, hingga mengembalikan akses layanan keuangan. Jika tidak dikelola secara efisien, ini bisa menimbulkan ketidaknyamanan dan memperlambat layanan keuangan nasional.
Analisis Untung Rugi
Keuntungan:
-
Mencegah kejahatan finansial (TPPU, judol)
-
Meningkatkan integritas sistem perbankan
-
Mendorong validasi data dan KYC (Know Your Customer) yang lebih kuat
Kerugian:
-
Potensi gangguan layanan dan kepercayaan nasabah
-
Biaya tinggi dalam proses pemblokiran dan reaktivasi
-
Risiko overregulasi yang membebani industri perbankan
Penutup
Batalnya pemblokiran rekening dormant lanjutan oleh PPATK pada sisa tahun 2025 dapat dimaknai sebagai bentuk penyesuaian kebijakan terhadap situasi dan kapasitas terkini. Langkah ini sekaligus mencerminkan bahwa proses sudah berjalan optimal sejauh ini, dan mekanisme pengawasan bisa difokuskan pada rekening yang benar-benar terindikasi kejahatan, bukan semata-mata karena pasif. Ke depan, dibutuhkan pendekatan yang lebih selektif dan kolaboratif antara PPATK dan lembaga perbankan, agar keamanan finansial tetap terjaga tanpa mengganggu kepercayaan dan kenyamanan publik.