21 Hal Penting dalam Amar Putusan MK tentang Ketenagakerjaan di UU 6/2023

www.bmtpas.com Dalam amar putusannya, Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyatakan bahwa sejumlah pasal dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 2023 tentang ketenagakerjaan inkonstitusional bersyarat. Keputusan ini menegaskan bahwa beberapa ketentuan dalam undang-undang tersebut perlu dimaknai ulang agar sejalan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Amar putusan ini mengatur ulang berbagai aspek ketenagakerjaan, mulai dari hubungan kerja, pengupahan, hingga perlindungan pekerja. Berikut 21 poin penting yang menjadi perhatian dalam putusan MK.

  1. Pengesahan Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA): Frasa “Pemerintah Pusat” pada Pasal 42 ayat (1) diubah menjadi “menteri yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan, in casu menteri Tenaga Kerja,” sehingga proses persetujuan Rencana Penggunaan TKA lebih jelas.
  2. Batasan Pekerjaan TKA: Pasal 42 ayat (4) mengatur bahwa TKA hanya boleh dipekerjakan dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu dengan kompetensi yang sesuai, serta harus mempertimbangkan prioritas tenaga kerja lokal.
  3. Durasi Pekerjaan: Pasal 56 ayat (3) menetapkan batas maksimal waktu pekerjaan tertentu adalah lima tahun, termasuk perpanjangan.
  4. Bahasa dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT): Pasal 57 ayat (1) mengatur bahwa perjanjian PKWT harus dibuat secara tertulis dengan bahasa Indonesia dan huruf Latin.
  5. Pengaturan Alih Daya: Pasal 64 ayat (2) menetapkan bahwa Menteri harus mengatur jenis pekerjaan alih daya yang diperjanjikan dalam perjanjian tertulis.
  6. Hari Kerja Minimum: Pasal 79 ayat (2) huruf b mengatur bahwa dua hari libur diperlukan untuk lima hari kerja dalam satu minggu.
  7. Kata “dapat” dalam Ketentuan Cuti: Kata “dapat” di Pasal 79 ayat (5) dihapus untuk menegaskan hak cuti pekerja.
  8. Penghasilan Pekerja yang Layak: Pasal 88 ayat (1) memastikan penghasilan pekerja mencakup biaya hidup layak, meliputi pangan, sandang, dan papan.
  9. Keterlibatan Dewan Pengupahan Daerah: Pasal 88 ayat (2) mengharuskan dewan pengupahan daerah terlibat dalam kebijakan pengupahan.
  10. Struktur dan Skala Upah yang Proporsional: Pasal 88 ayat (3) huruf b mensyaratkan struktur upah yang proporsional di setiap perusahaan.
  11. Penetapan Upah Minimum Sektoral: Pasal 88C mewajibkan gubernur menetapkan upah minimum sektoral di provinsi.
  12. Variabel Indeks Tertentu: Pasal 88D ayat (2) menyebutkan bahwa variabel upah harus memperhatikan kontribusi tenaga kerja pada pertumbuhan ekonomi.
  13. Keadaan Tertentu dalam Kebijakan Pengupahan: Pasal 88F memberikan pengertian bahwa keadaan tertentu mencakup kondisi bencana atau ekonomi global yang luar biasa.
  14. Upah di Atas Minimum Berdasarkan Kesepakatan: Pasal 90A mensyaratkan bahwa upah di atas upah minimum harus disepakati antara pengusaha dan pekerja.
  15. Penyusunan Struktur Upah: Pasal 92 ayat (1) mewajibkan pengusaha menyusun struktur upah yang mempertimbangkan produktivitas dan kemampuan perusahaan.
  16. Prioritas Pembayaran Hak Pekerja: Pasal 95 ayat (3) menegaskan bahwa pembayaran hak pekerja harus didahulukan atas kreditur lain, kecuali kreditur pemegang hak jaminan.
  17. Dewan Pengupahan untuk Kebijakan Upah: Pasal 98 ayat (1) mewajibkan pembentukan dewan pengupahan yang aktif dalam memberikan saran kepada pemerintah.
  18. Perundingan Bipartit untuk PHK: Pasal 151 ayat (3) mensyaratkan bahwa PHK harus diselesaikan melalui perundingan bipartit untuk mencapai mufakat.
  19. Penetapan Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial: Pasal 151 ayat (4) mengatur bahwa PHK harus melalui putusan lembaga perselisihan yang berkekuatan hukum tetap jika perundingan gagal.
  20. Penyelesaian Perselisihan Hingga Berkekuatan Hukum Tetap: Pasal 157A ayat (3) memastikan hak pekerja tetap terjaga hingga proses perselisihan selesai secara hukum.
  21. Standar Minimum Pesangon: Pasal 156 ayat (2) mengatur besaran pesangon “paling sedikit” sehingga ada batas bawah yang harus dipenuhi oleh perusahaan.

Dengan keputusan ini, MK memberikan penguatan hak-hak pekerja dalam UU 6/2023 dan mengembalikan esensi perlindungan tenaga kerja di Indonesia sesuai UUD 1945.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *