
www.bmtpas.com Akad murabahah menjadi pilihan utama dalam lembaga keuangan syariah karena struktur yang sederhana, minim risiko, dan jelas secara hukum syariah. Meskipun begitu, implementasi harus tetap memperhatikan syarat kepemilikan dan kehati-hatian, terutama saat menggunakan skema wakalah. Kesalahan umum seperti menjual barang yang belum dimiliki atau menetapkan margin tanpa kesepakatan bisa menyebabkan praktik tidak sesuai syariah.
1. Pengertian Akad Murabahah
Murabahah adalah akad jual beli suatu barang, di mana penjual (bank syariah) menyebutkan harga pokok dan margin keuntungan kepada pembeli (nasabah). Nasabah menyetujui pembelian barang tersebut dengan harga yang telah ditentukan.
📌 Referensi:
Fatwa DSN-MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah
AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions)
2. Alur Murabahah di Lembaga Keuangan Syariah (LKS)
Berikut adalah mekanisme umum akad murabahah:
Nasabah mengajukan pembiayaan untuk membeli barang tertentu (mobil, rumah, bahan usaha).
Bank syariah menyetujui pembiayaan dan membeli barang tersebut dari supplier.
Setelah barang dimiliki bank (secara hukum dan fisik atau simbolik), bank menawarkan barang itu kepada nasabah dengan harga jual = harga beli + margin.
Nasabah menyetujui dan membeli barang secara cicilan atau sekaligus.
Barang menjadi milik nasabah setelah akad jual beli dilakukan.
3. Kenapa Akad Murabahah Banyak Dipilih?
A. Kemudahan Penerapan
Struktur sederhana dan mirip dengan kredit konvensional dari sisi angsuran tetap.
Nasabah merasa aman karena harga dan margin sudah disepakati di awal.
B. Minim Risiko Bagi Bank
Tidak ada ketidakpastian keuntungan seperti pada akad mudharabah atau musyarakah.
Bank syariah bukan “investor”, melainkan penjual barang.
C. Kepatuhan Syariah
Tidak mengandung riba karena bukan pinjaman uang, melainkan jual beli riil.
Ada komoditas nyata sebagai objek.
4. Syarat Sah Akad Murabahah
Menurut fikih dan DSN-MUI, akad murabahah yang sah harus memenuhi syarat sebagai berikut:
A. Syarat Barang (Ma’qud ‘Alaih):
Barang harus diketahui jenis, jumlah, kualitasnya.
Harus halal dan bukan barang yang dilarang dalam syariah.
Harus dimiliki dan dikuasai oleh penjual sebelum dijual kepada pembeli.
B. Syarat Penjual dan Pembeli (‘Aqidain):
Harus baligh, berakal, dan memiliki kehendak sendiri.
Tidak boleh dalam keadaan dipaksa (ghashb).
C. Syarat Harga Jual (Tsaman):
Harus diketahui secara jelas, termasuk margin keuntungan.
Harus disepakati bersama saat akad.
D. Syarat Ijab Qabul (Sighat):
Harus ada pernyataan jual beli secara eksplisit, tidak boleh hanya kesepakatan lisan tanpa transaksi riil.
Tidak boleh ada syarat yang menyebabkan gharar (ketidakjelasan).
5. Peran Wakalah dalam Murabahah
Pengertian Wakalah:
Wakalah adalah pelimpahan kuasa dari satu pihak kepada pihak lain untuk melakukan suatu tindakan atas nama pemberi kuasa. Dalam konteks murabahah, sering kali bank memberikan kuasa (wakalah) kepada nasabah untuk membeli barang.
Teknis Wakalah dalam Murabahah:
Tahapan:
Bank menunjuk nasabah sebagai wakil (melalui akad wakalah) untuk membeli barang atas nama bank.
Nasabah membeli barang dari pihak ketiga (supplier) atas nama bank.
Setelah barang dibeli, barang menjadi milik bank terlebih dahulu secara hukum.
Kemudian bank menjual kembali barang tersebut kepada nasabah dengan harga murabahah.
Pembayaran dilakukan oleh nasabah sesuai akad (biasanya cicilan tetap).
Tujuan Wakalah:
Menghindari kerumitan logistik agar bank tidak harus secara fisik membeli setiap barang.
Namun, penting bahwa bank tetap dianggap memiliki barang sebelum menjualnya ke nasabah, agar tidak terjadi “bai’ ma laa yamlik” (jual barang yang belum dimiliki).
6. Ilustrasi Kasus:
Misalnya, Pak Ahmad ingin membeli mesin produksi seharga Rp50 juta.
Ia mengajukan pembiayaan murabahah ke BMT Syariah.
BMT menyetujui dan memberi kuasa (wakalah) kepada Pak Ahmad untuk membeli mesin atas nama BMT.
Pak Ahmad membeli mesin dari supplier, lalu melaporkan dan menyerahkan bukti pembelian kepada BMT.
BMT kemudian menjual mesin itu kepada Pak Ahmad dengan harga Rp60 juta (Rp50 juta pokok + Rp10 juta margin).
Pak Ahmad setuju, dan membayar secara angsuran Rp5 juta/bulan selama 12 bulan.
7. Catatan Penting & Kepatuhan Syariah
Kepemilikan sementara oleh bank tetap wajib dilakukan, meskipun secara administratif melalui wakalah.
Tidak boleh menjual barang sebelum dimiliki.
- Margin keuntungan harus disepakati, tidak boleh berubah setelah akad disepakati.