
www.bmtpas.com Selama puluhan tahun, dolar Amerika Serikat (USD) menjadi pusat dari sistem keuangan global. Ia menjadi simbol kekuatan ekonomi dan alat utama dalam transaksi internasional. Namun, belakangan ini posisi itu mulai mengalami tekanan. Seiring dengan meningkatnya ketegangan geopolitik, perubahan kebijakan ekonomi Amerika, serta respons negara-negara besar yang mulai menjauhi ketergantungan terhadap dolar, aset seperti emas kembali menguat sebagai penyelamat nilai dan simbol kestabilan.
Arah Baru Kebijakan Dagang Amerika Serikat
Amerika Serikat dalam beberapa tahun terakhir telah mengubah arah kebijakan perdagangannya. Dengan pendekatan proteksionis, tarif-tarif tinggi dikenakan pada produk dari luar negeri, terutama dari Tiongkok, sebagai upaya untuk mendorong industri dalam negeri. Kebijakan ini tidak hanya berdampak ke pasar domestik, tetapi juga menimbulkan efek domino terhadap rantai pasok global.
Banyak negara mulai mengurangi ketergantungan mereka terhadap sistem perdagangan yang bergantung pada dolar. Upaya de-dolarisasi pun kian nyata, dengan semakin banyak negara yang mengalihkan transaksi dagang ke mata uang lokal atau menambah porsi emas dalam cadangan devisa nasionalnya.
Gejolak Geopolitik: Rusia–Ukraina dan Perang Israel–Iran
Dunia saat ini berada dalam bayang-bayang ketegangan geopolitik yang terus meningkat. Konflik Rusia–Ukraina yang telah berlangsung sejak 2022 belum menunjukkan tanda-tanda mereda. Eropa terpukul oleh krisis energi, sementara Rusia memperluas pengaruh ekonominya ke Asia melalui transaksi non-dolar.
Lebih dari itu, perang antara Israel dan Iran, yang telah berlangsung lebih dari satu minggu sejak awal Juni 2025, membuka babak baru ketidakstabilan di Timur Tengah. Iran menanggapi serangan drone dan pembunuhan tokoh militernya dengan serangan balasan langsung ke wilayah Israel, memicu eskalasi militer terbuka yang belum pernah terjadi sebelumnya. Dunia menyaksikan dengan waspada, karena kawasan ini adalah pusat utama pasokan minyak dunia. Ketegangan ini memicu kekhawatiran lonjakan harga minyak, inflasi global, dan tekanan besar pada perekonomian negara-negara berkembang.
Kebangkitan Emas sebagai Aset Aman
Dalam kondisi seperti ini, emas kembali menjadi primadona. Harganya terus naik sejak 2023 dan diprediksi akan bertahan tinggi sepanjang 2025. Bank-bank sentral dunia, terutama di Asia seperti Cina, India, dan Rusia, meningkatkan pembelian emas sebagai langkah antisipasi terhadap ketidakpastian global dan pelemahan dolar.
Emas dinilai lebih stabil karena tidak bergantung pada kebijakan moneter negara manapun. Dalam sejarahnya, saat dunia menghadapi krisis atau konflik besar, emas selalu menjadi aset aman yang paling dicari. Tahun 2025 tampaknya tidak berbeda.
Bagaimana Prospek Ekonomi Global di 2025?
Di tengah ketidakpastian global, prediksi pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2025 relatif moderat. IMF dan lembaga-lembaga internasional memperkirakan pertumbuhan global berada di kisaran 2,5% hingga 3%. Ini mencerminkan perlambatan dibandingkan dekade sebelumnya, namun masih menunjukkan ketahanan di tengah tekanan.
Beberapa faktor utama yang akan memengaruhi arah ekonomi global tahun ini:
Lanjutan perang dan ketegangan geopolitik, terutama di Eropa Timur dan Timur Tengah.
Fluktuasi harga energi dan pangan, yang dapat memicu inflasi tinggi di berbagai negara.
Kebijakan suku bunga tinggi di AS dan Eropa yang bisa memperlambat investasi.
Transisi global dari dolar ke mata uang lokal dan emas dalam transaksi lintas negara.
Inovasi dan investasi dalam sektor energi hijau serta teknologi digital, yang tetap membuka ruang pertumbuhan baru di tengah krisis.
Kesimpulan
Melemahnya dominasi dolar dan menguatnya posisi emas mencerminkan perubahan besar dalam lanskap keuangan global. Di tengah ketidakpastian geopolitik dan arah ekonomi yang tak menentu, negara-negara dan investor semakin sadar pentingnya diversifikasi dan perlindungan nilai.
Emas, yang dahulu dianggap sebagai relik masa lalu, kini kembali memimpin sebagai simbol kepercayaan dan stabilitas. Dunia sedang bergerak menuju tatanan keuangan yang lebih multipolar. Tahun 2025 bisa menjadi titik balik dalam sejarah ekonomi global—bukan hanya soal siapa yang memimpin, tapi juga bagaimana dunia mengelola kekacauan dengan keseimbangan baru.