Kesalingan dan Kesetaraan dalam Pernikahan Menurut Islam

www.bmtpas.com  Bulan Dzulhijjah 1445 H ini, 2 (dua) orang pegawai BMT PAS melangsungkan akad pernikahan. Mereka adalah Arif Fitra Himawan  akad tanggal 15 Dzulhijjah 1445 H atau 22 Juni 2024  dan Aditya Yuda Pratama akad tanggal 22 Dzulhijjah 1445 H atau 29 Juni 2024. Semoga selalu diberikan keberkahan serta kebaikan dalam keluarga yang mereka mulai bangun. Semoga samawa selalu : sakinah, mawaddah wa rahmah.

Islam menempatkan pernikahan sebagai institusi yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Dalam pandangan Islam, pernikahan tidak hanya sekadar kontrak sosial antara dua individu, tetapi juga sebagai amanah yang diberikan oleh Allah SWT untuk menciptakan kehidupan yang penuh kasih sayang, kedamaian, dan kebahagiaan. Para ulama dan ustadz seringkali menekankan bahwa salah satu pilar utama dalam pernikahan yang harmonis adalah adanya kesalingan dan kesetaraan antara suami dan istri.

Pertama, dalam Al-Qur’an, Allah SWT menegaskan pentingnya kesalingan antara suami dan istri. Dalam Surah Ar-Rum ayat 21, Allah berfirman: “Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.” Ayat ini menunjukkan bahwa pernikahan adalah sarana untuk mencapai ketenteraman dan kasih sayang, yang hanya dapat terwujud jika ada saling pengertian dan kesetaraan.

Imam Al-Ghazali menekankan bahwa suami dan istri harus saling menghormati dan memahami peran masing-masing. Imam Al-Ghazali, dalam kitabnya “Ihya’ Ulumuddin”, menyebutkan bahwa suami dan istri harus saling membantu dalam kebaikan dan ketaatan kepada Allah. Keduanya memiliki hak dan kewajiban yang seimbang, yang jika dijalankan dengan baik, akan menciptakan keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.

Kedua, kesetaraan dalam Islam bukan berarti kesamaan mutlak dalam semua hal, tetapi lebih kepada pembagian peran yang adil dan proporsional. Misalnya, dalam Surah An-Nisa ayat 34, disebutkan bahwa suami adalah pemimpin keluarga, tetapi kepemimpinan ini bukanlah untuk menindas atau mendominasi istri. Kepemimpinan suami harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab, kebijaksanaan, dan kasih sayang. Suami harus menjadi pelindung dan pendukung utama bagi istri dan keluarganya.

Cendekiawan Muslim kontemporer seperti Yusuf Al-Qaradawi juga mengingatkan bahwa Islam sangat menekankan pentingnya musyawarah dan komunikasi yang baik dalam rumah tangga. Keputusan-keputusan penting dalam keluarga sebaiknya diambil bersama melalui diskusi yang sehat dan saling menghargai pandangan masing-masing. Hal ini akan menciptakan rasa saling memiliki dan tanggung jawab bersama dalam menghadapi berbagai tantangan kehidupan.

Kesimpulannya, Islam mengajarkan bahwa pernikahan harus dibangun atas dasar kesalingan dan kesetaraan. Suami dan istri harus saling menghormati, mencintai, dan mendukung satu sama lain dalam setiap aspek kehidupan. Dengan demikian, pernikahan akan menjadi sumber kebahagiaan dan ketenteraman yang abadi.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *