Penyesalan Sya’ban ra: Pelajaran Berharga dari Akhir Kehidupan

www.bmtpas.com Pada suatu pagi, ketika shalat Subuh berjamaah akan dimulai, Rasulullah SAW merasa heran karena tidak menemukan Sya’ban ra di pojok masjid seperti biasanya. Rasulullah kemudian bertanya kepada jamaah apakah ada yang melihat Sya’ban. Namun, tidak ada yang tahu keberadaannya.

Shalat Subuh sengaja ditunda sebentar untuk menunggu kedatangan Sya’ban, namun ia tetap tidak muncul. Karena khawatir shalat Subuh terlambat, Rasulullah akhirnya memutuskan untuk segera melaksanakan shalat berjamaah. Hingga selesai shalat Subuh, Sya’ban masih belum datang.

Rasulullah kembali bertanya kepada jamaah apakah ada yang mengetahui kabar Sya’ban. Tidak ada yang menjawab. Rasulullah kemudian menanyakan alamat rumah Sya’ban. Seorang sahabat mengangkat tangan dan mengatakan bahwa dia tahu rumah Sya’ban. Rasulullah, khawatir terjadi sesuatu pada sahabatnya, meminta untuk diantarkan ke rumah Sya’ban. Perjalanan dari masjid ke rumah Sya’ban cukup jauh, memakan waktu sekitar tiga jam dengan berjalan kaki.

Setibanya di rumah Sya’ban pada waktu Dhuha, Rasulullah mengucapkan salam. Istri Sya’ban menjawab salam tersebut dengan berlinang air mata, mengatakan bahwa Sya’ban telah meninggal dunia pada pagi itu. Semua yang hadir mengucapkan “Innalillahi wainnailaihiroji’un”.

Rasulullah kemudian bertanya tentang keadaan Sya’ban menjelang kematiannya. Istri Sya’ban bercerita bahwa suaminya sempat berteriak tiga kali dengan kalimat yang tidak mereka pahami, yaitu: “Aduh, kenapa tidak lebih jauh, aduh kenapa tidak yang baru, aduh kenapa tidak semua.” Rasulullah menjelaskan bahwa saat Sya’ban berada dalam sakaratul maut, Allah menayangkan ulang perjalanan hidupnya dan ganjaran dari perbuatannya.

Sya’ban melihat perjalanannya ke masjid untuk shalat berjamaah lima waktu yang memakan waktu tiga jam. Melihat pahala dari langkah-langkahnya, Sya’ban berucap, “Aduh, mengapa tidak lebih jauh,” menyesal rumahnya tidak lebih jauh agar pahalanya lebih besar. Kemudian dia melihat saat ia memberikan baju butut kepada orang yang kedinginan, lalu menyesal tidak memberikan baju baru dengan berkata, “Aduh, kenapa tidak yang baru.” Terakhir, Sya’ban melihat dirinya membagi dua roti dan susu dengan pengemis, menyesali tidak memberikan semuanya dengan berkata, “Aduh, kenapa tidak semua.”

Kisah ini mengingatkan kita bahwa penyesalan datang di akhir kehidupan ketika kita melihat konsekuensi dari perbuatan kita. Betapa pentingnya untuk selalu berbuat yang terbaik selama hidup di dunia karena kematian datang pada waktunya dan tidak bisa ditunda.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *